Tidak ada satupun pasangan di dunia ini yang berpikir untuk berpisah setelah menjalani ikatan pernikahan. Ada beragam alasan pasangan suami istri memutuskan untuk berpisah, sayangnya ini sering kali menimbulkan kerugian pada anak yang memicu situasi broken home.
Broken home adalah istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan keluarga yang terpecah karena orang tuanya bercerai. Anak-anak yang berada di situasi broken home rentan mengalami tekanan secara psikis akibat dari perpecahan ini.
Lantas, apa saja dampak negatif dari broken home dan apakah ada cara untuk menanggulangi dampak dari broken home? Simak selengkapnya di bawah!
Baca juga: Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT): Definisi, Penyebab, Contoh, & Dampaknya
Apa Itu Broken Home?
Broken home adalah situasi saat kedua orang tua bercerai atau berpisah dan membuat keluarga tersebut mempunyai satu orang tua saja. Namun, broken home tidak berarti keluarga tersebut buruk atau tidak memenuhi standar yang ada, tapi hanya merujuk pada kondisi hanya ada satu orang tua di satu keluarga.
Broken home terjadi ketika konflik dalam keluarga menimbulkan perpecahan antar anggota keluarga. Biasanya ada hubungan tidak sehat yang memuncak dan membuat perpecahan dalam keluarga.
Orang tua tidak harus bercerai untuk disebut broken home, orang tua yang tidak harmonis dan tidak bersama lagi meskipun masih satu atap juga bisa dikategorikan sebagai broken home.
Meskipun sering dikaitkan dengan orang tua yang tidak harmonis dan perceraian, situasi broken home sebenarnya juga bisa muncul ketika salah satu orang tua meninggal dunia. Pada dasarnya, kondisi broken home merujuk pada suatu keluarga yang tidak lagi satu kesatuan.
Apa Penyebab Broken Home?
Ada berbagai macam hal yang dapat memicu broken home atau perpecahan dalam suatu keluarga. Tentunya penyebab broken home adalah sesuatu yang melibatkan lebih dari satu faktor dan terjadi dalam jangka waktu yang lama ataupun mendadak, seperti:
- Kematian salah satu orang tua
- Orang tua berpisah atau bercerai
- Adanya kekerasan emosional, seksual, atau fisik dalam keluarga
- Adanya penelantaran dalam keluarga
- Tekanan stres yang berat, seperti masalah finansial atau salah satu anggota keluarga mengalami gangguan mental
- Adanya perbedaan nilai, visi, misi, atau pandangan antar orang tua
- Adanya pelanggaran terhadap personal boundaries secara berulang dalam keluarga
- Orang tua yang terlalu mengekang atau mengontrol
- Cara berkomunikasi antar anggota keluarga yang tidak efektif dan efisien
- Anggota keluarga menolak untuk memahami perspektif satu sama lainnya
Tentunya penyebab-penyebab di atas hanyalah faktor risiko yang memperbesar peluang suatu keluarga menjadi broken home. Namun, adanya konflik dalam keluarga tidak selalu harus diselesaikan dengan perpecahan.
Dampak Negatif dari Broken Home pada Anak
Broken home adalah situasi yang tidak hanya berdampak pada kedua orang tua yang berpisah, tetapi juga pada anak. Adanya perpecahan dan konflik yang tidak diselesaikan dalam keluarga dapat memicu beragam masalah ke depannya, terutama jika anak tidak menerima kondisi tersebut.
Berikut adalah beberapa dampak negatif yang dapat timbul pada anak yang berada dalam kondisi broken home, yaitu:
- Memiliki masalah dalam pengembangan karakter
- Sulit beradaptasi dengan situasi atau orang baru
- Berpotensi lebih besar untuk menjadi agresif dan melakukan kenakalan
- Kesulitan untuk mengekspresikan emosi dan terkoneksi dengan orang lain
- Mudah cemas
- Bersikap sinis
- Masalah di pencapaian akademik
Sebelum memutuskan untuk berpisah, seluruh anggota keluarga perlu mengevaluasi apakah hubungan dalam keluarga tersebut masih bisa ‘diselamatkan’ dan dibangun kembali. Di beberapa kasus, konflik atau perbedaan pandangan dalam keluarga masih bisa dicari jalan tengahnya dan diatasi.
Tentunya dibutuhkan diskusi secara terbuka dan sehat untuk bisa mencari solusi dari konflik dalam keluarga dan memperbaiki hubungan yang ada. Tiap anggota keluarga harus mempunyai keinginan untuk memperbaiki hubungan dan ingin menurunkan pertahanan mereka serta mendengarkan opini masing-masing pihak.
Akan tetapi, apabila terjadi kekerasan atau hubungan yang toxic dalam keluarga, maka kemungkinan besar akan lebih baik kalau anggota keluarga berpisah dengan pelaku.
Baca juga: Apa Itu Manipulasi? Cek Defenisi, Contoh & Cara Menghadapinya
Bagaimana Cara Mengatasi Broken Home?
Saat situasi broken home tidak dapat dihindari, tidak berarti keluarga tersebut menjadi keluarga yang ‘hancur’. Meskipun broken home adalah situasi yang dapat memunculkan dampak negatif terhadap anak, tapi tidak berarti kondisi ini tidak bisa ditanggulangi efek buruknya.
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak negatif dari broken home:
1. Lakukan Positive Parenting
Meskipun berada dalam situasi broken home, tapi orang tua tetap bisa meminimalisir timbulnya aksi kenakalan dengan menjadi panutan terhadap anak dengan memperlihatkan interaksi yang baik dengan satu sama lainnya serta selalu mencoba untuk memberikan perhatian dan peduli dengan anak.
2. Berkomunikasi Secara Terbuka dengan Anak
Orang tua dapat mencoba berbicara dengan anak untuk dapat memahami perasaan, pemikiran, dan perspektifnya terhadap situasi broken home yang dialami. Hindari memarahi anak, cobalah tetap untuk menjadi orang tua yang tegas tetapi tetap dapat memahami anak.
Luangkan waktu untuk sekedar berbicara atau melakukan beragam kegiatan dengan anak, seperti berolahraga bersama, mengajak anak pergi jalan-jalan, atau melakukan aktivitas atau hobi yang disukai anak bersama-sama.
3. Terapkan Pola Asuh yang Konsisten
Orang tua yang berpisah atau bercerai perlu menetapkan cara mengasuh anak, jadwal anak bersama orang tua, batasan, serta aturan yang sama agar anak tidak bingung harus mendengarkan atau mengikuti siapa. Ini juga mengajarkan dan memperlihatkan anak kalau orang tua tetap bisa berkomunikasi dan bekerja sama secara positif meskipun sudah berpisah.
4. Mengikut Konseling atau Terapi Keluarga
Konseling atau terapi keluarga dapat membantu tiap anggota keluarga untuk menerima dan saling memaafkan, memperhalus proses perpisahan, dan mengurangi efek negatif dari broken home, khususnya pada anak.
5. Rawat Diri Sendiri
Dampak negatif dari broken home tentunya tetap bisa dirasakan oleh orang tua yang berpisah. Oleh karena itu, penting bagi para orang tua untuk memastikan kondisi mental mereka sendiri dan tidak perlu terlalu memaksakan diri untuk menerima segala kondisi yang ada. Berikan waktu untuk dirimu untuk sembuh secara perlahan.
Ekspresikan segala emosimu secara sehat dan hindari memendamnya atau melampiaskannya pada anak atau mantan pasangan.
Tentunya dibutuhkan waktu dan proses yang cukup lama untuk bisa menerima situasi broken home dan beradaptasi dengan kondisi tersebut. Apabila kamu atau kerabat mengalami efek negatif dari situasi broken home, jangan sungkan untuk mengunjungi tenaga profesional, seperti psikolog, terapis, konselor, ataupun psikiater.
Referensi
American Psychological Association. (n.d.). Broken Home. www.dictionary.apa(dot)org
International The News. (2015). The Effect of a Broken Family. www.thenews.com(dot)pk
Kayenta Therapy. (n.d.). Family Therapist Tips for Healing a Broken Family. www.kayentatherapy(dot)com
Strategies for Parents. (2019). Broken Family to Broken Home: Managing Threats to Family Bonding. www.strategiesforparents(dot)com
Verywell Mind. (2022). Having a Broken Family: What It Means and How to Cope. www.verywellmind(dot)com